1.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem-sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan ISO 22000 dapat membantu organisasi untuk mengurangi risiko-risiko yang berkaitan dengan makanan dan minuman. Sistem-sistem manajemen ini juga tidak hanya memperhitungkan aturan dasar dalam membuat makanan dan praktek-praktek tempat kerja yang dapat diterima secara benar, tetapi juga meliputi rencana-rencana yang memungkinkan untuk terjadinya kesalahan dalam pengolahan sehingga dimungkinkan untuk penarikan kembali produk. Semua jenis praktek tersebut membentuk dasar suatu sistem manajemen keamanan pangan. Standar ini mencakup key elements untuk membentuk keamanan pangan, dimana salah satu key element tersebut adalah HACCP yang dirancang untuk digunakan pada semua segmen industri pangan mulai penanaman, pemanenan, pengolahan, pabrikasi, distribusi dan penjualan sampai pada penyiapan makanan untuk dikonsumsi. Program-program prasyarat seperti GMP yang diterapkan saat ini (current Good Manufacturing Practices) merupakan suatu dasar yang yang penting bagi keberhasilan pengembangan dan penerapan rencana HACCP. Sistem keamanan pangan yang didasarkan pada HACCP telah diterapkan dengan sukses pada pabrik pengolahan makanan, toko penjual makanan dan operasi jasa pelayanan makanan (Kurniawan, 2008).
Kebutuhan akan keamanan pangan mulai dari semua organisasi yang menghasilkan, membuat, menangani atau menyediakan makanan merupakan kebutuhan yang tertinggi. Lagipula, semua organisasi ini harus mengenali secara terus menerus untuk meningkatkan kebutuhan untuk mempertunjukkan dan menyediakan cukup bukti dari kemampuan mereka untuk mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya dari keamanan pangan dan banyak kondisi-kondisi yang berdampak pada keamanan pangan. Kebutuhan ini ditujukan untuk semua jenis dalam rantai makanan yang berkisar antara produsen ternak, produsen utama melalui pembuatan makanan, transpotasi dan operator gudang dan subkontraktor untuk eceran dan pelayanan distribusi makanan bersama-sama dengan organisasi lain seperti perlengkapan, bahan pengemasan, agen pembersih, ramuan dan bahan tambahan (Anonima, 2006).
Sistem HACCP ada tujuh prinsip :
-Analisa hazard yang meliputi penilaian dan identifikasi ancaman dan penentuan tentang hazard dan ukuran control hazard dan metoda dalam menetralkan ancaman hazard.
-Penentuan CCP (Critical Control Point).
-Penetapan titik kritis dari identifikasi CCP.
-Penentuan dan implementasi dari sebuah sistem dengan monitoring dari CCP.
-Penetapan dari aksi koreksi.
-Penetapan prosedur verifikasi dalam rangka mengkonfirmasikan jika sistem ini efektif dan bertindak sesuai rencana.
-Menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan penerapannya.
2. APLIKASI ISO DAN TURUNAN ISO 22000
HACCP (Hazard Analysis Critical Central Point) atau ISO 22000 mengenai sistem manajemen keamanan pangan adalah proses sistem kontrol yang di desain untuk identifikasi dan mencegah mikrobia dan bahaya lainnya dalam produksi makanan dan keseluruhan rantai makanan. HACCP meliputi tahapan pendesainan untuk mencegah masalah sebelum hal ini terjadi dan untuk mengoreksi penyimpangan secara sistematis secara cepat dapat mendeteksi masalah yang ada. HACCP/ISO 22000 memungkinkan produsen, pengolah, distributor, eksportir dan lain sebagainya dari produk pangan untuk menggunakan sumber daya teknik secara efisien dan dalam cara biaya yang efektif dalam jaminan keamanan pangan (Anonima, 2005).
Susunan jaminan mutu paling banyak didasarkan pada prinsip manajemen mutu dari ISO 9000/ISO 22000 dan konsep HACCP, dalam penambahan beberapa penyusunan GAP (Good Agricultural Practice). Dasar standar mutu menyediakan perbaikan dari kejelasan proses, membantu untuk mendeteksi dan menghindari kegagalan sistematik dan sebuah kesempatan yang lebih baik untuk traceability. ISO 22000 adalah perbaruan dari standard ISO 9000 dan juga yang mengkombinasikan standar ISO 9000 dan konsep HACCP ke dalam satu standar. Bagaimanapun, perbedaan yang utama antara ISO 22000 dan ISO 9000 mengenai ruang lingkupnya. Pertama dengan tujuan keamanan pangan, sedangkan yang lainnya mengarahkan pada mutu pangan. Standar ISO 22000 dimaksud untuk menjadi bagian yang independen dan dapat digunakan untuk semua jenis organisasi di dalam penyedia rantai makanan. HACCP digunakan untuk industri pangan dan tujuan untuk menetapkan produksi yang baik, sanitasi dan manufaktur untuk menghasilkan pangan yang aman dan untuk pro aktif dan pencegahan lebih baik daripada menimbulkan reaksi. Konsep dari HACCP dapat diterapkan pada semua tahapan dari sistem pangan. Implementasi dari HACCP dan GMP kepada seluruh rantai yang termotivasi oleh faktor internal dan eksternal, seperti peningkatan efisiensi yang internal dan akses pasar sebagai faktor eksternal (Gellynck & Kühne, 2007).
ISO 22000 adalah standar internasional yang menggambarkan kebutuhan dari suatu sistem manajemen keamanan pangan yang mencakup semua organisasi dalam rantai makanan dari "farm to fork". Kombinasi standar umumnya mengetahui unsur-unsur kunci untuk menentukan keamanan pangan sepanjang rantai makanan, yang meliputi:
-Komunikasi interaktif.
-Sistem manajemen.
-Pengendalian dari bahaya keamanan pangan ke arah persyaratan penuh dari program dan perencanaan HACCP.
-Peningkatan yang berkelanjutan dan pembaharuan dari sistem manajemen keamanan pangan(Anonimb, 2005).
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) menjamin dari segi keamanannya sedangkan ISO 9001 lebih fokus dalam menjamin kualitas produk. Dengan mengaplikasikan HACCP dengan ISO 9001 quality management system menghasilkan sistem yang lebih efektif daripada hanya menggunakan HACCP atau ISO 9001 secara sendiri-sendiri. Hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan memperbaiki keefektifan dalam pengorganisasiannya (Sparling et al., 2001 dalam Hernández et al, 2003). Hal tersebut tercakup apabila mengiplementasikan ISO 22000 dalam pelaksanaan proses. ISO 22000 lebih konsentrasi pada keamanan pangan dan prosedur instruksi bagaimana membangun sistem keamanan pangan tersebut. (Petro-Turza, 2003 dalam Hernández et al, 2003). Pada tahun 2001, dalam rangka untuk memudahkan implementasi HACCP dan ISO 9001 dalam organisasi pangan, maka organisasi intemasional dengan standardisasi (ISO) telah menerbitkan petunjuk tentang aplikasi dari ISO 9001:2000 untuk industri makanan dan minuman (ISO 15161:2000). Petunjuk ini dapat memberi perkiraan mengenai bagaimana ISO 9001 bisa diterapkan pada organisasi pangan dan yang dirancang untuk organisasi yang melibatkan dalam semua aspek industri makanan. ISO 15161:2000 meliputi permulaan, memprosesan dan pengemasan produk makanan dan minuman dan menjelaskan kemungkinan untuk menghubungkan komunikasi antara kedua system tersebut dan penggunaan dari komponen yang sama. Ini penting untuk mempertimbangkan, ISO 15161 yang bukan merupakan standar HACCP dan tidak bisa digunakan sebagai acuan pada sertifikasi dokumen, tetapi petunjuk ini yang diharapkan untuk menyediakan sistem manajemen yang bersih yang mendukung pada pengendalian HACCP untuk sistem keamanan pangan yang efektif, diketahui dibawah kerangka dari ISO 9000 tentang Sistem Manajemen Mutu. Pada sisi lain, ISO 22000 berkonsentrasi secara eksklusif pada keamanan pangan dan akan diinstruksikan pada produsen makanan bagaimana mereka dapat membangun sistem keamanan pangan secara mandiri.
2.1. Manfaat dan Kendala Penerapan ISO 22000
Penerapan ISO 22000 bermanfaat untuk membantu kita dalam mencapai beberapa sasaran, yang meliputi:
-Penetapan sistem manajemen keamanan pangan (FSMS).
o Untuk perencanaan dan implementasi FSMS dari organisasi kita.
o Untuk pengoperasian dan memelihara organisasi FSMS.
o Untuk memperbaharui dan meningkatkan organisasi FSMS.
-Untuk memastikan bahwa produk tidak menyebabkan efek kesehatan yang kurang baik.
-Untuk menunjukkan penyesuaian dengan kebutuhan keamanan eksternal.
o Untuk menujukkan penyesuaian dengan kebutuhan keamanan yang legal.
a. Untuk menunjukkan penyesuaian dengan kebutuhan regulasi.
b. Untuk menunjukkan penyesuaian dengan kebutuhan yang menurut hukum.
o Untuk menunjukkan penyesuaian kebutuhan konsumen.
- Untuk mengevaluasi keamanan pangan dari konsumen kita.
- Untuk menyediakan produk yang aman dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
- Untuk produk pangan ekspor dan menembus pasar internasional.
- Untuk isu komunikasi keamanan keseluruh rantai makanan.
o Untuk komunikasi dengan organisasi pelanggan kita.
o Untuk komunikasi dengan organisasi penyalur kita.
o Untuk komunikasi kepada pihak-pihak lain yang relevan.
- Untuk memastikan bahwa kita mematuhi kebijakan keamanan pangan.
o Untuk menunjukkan penyesuaian untuk semua pihak yang berkepentingan.
(Anonimc, 2005).
Pada beberapa negara maju dan berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan sistem HACCP mengalami kendala dalam penerapannya terutama pada usaha kecil. Kendala yang dihadapi usaha kecil, seperti sumber keuangan, keahlian manajemen dan teknis. Sedangkan pada usaha katering hambatannya adalah pengetahuan, pelatihan, petinggi staf, variasi produk yang besar, variasi dalam permintaan dan beban kerja, dan banyaknya pekerja paruh waktu (Murat et al., 2007).
2.2. Turunan ISO 22000
- ISO/TS 22004, sistem manajemen keamanan pangan: mengarah kepada aplikasi dari ISO 22000:2005, yang dipublikasikan bulan November 2005, yang menyediakan bimbingan penting yang dapat membantu organisasi yang mencakup perusahaan sedang dan menengah yang ada diseluruh dunia.
- ISO/TS 22003, sistem manajemen keamanan pangan: merupakan kebutuhan dari asal badan audit dan sertifikasi dari sistem manajemen keamanan pangan, akan memberi bimbingan yang seimbang pada akreditasi (penerimaan) tentang ISO 22000 dengan badan sertifikasi dan menggambarkan aturan untuk pengauditan sistem manajemen keamanan pangan ketika menyesuaikan diri kepada standar ini. Dan akan diterbitkan dalam kwartal pertama tahun 2006.
- ISO 22005, penerapan treaceability dalam makanan ternak dan rantai makanan: prinsip umum dan bimbingan dari desain sistem dan pengembangan, akan segera dikeluarkan sebagai draf standar internasional.
(Anonimb, 2006).
2.2.a. ISO 22003 sistem manajemen keamanan pangan
ISO/TS 22003:2007 akan membantu untuk menciptakan kepercayaan dalam sertifikasi keseluruh dalam persediaan rantai makanan. ISO/TS 22003 merupakan dokumen yang terakhir dalam rangkaian ISO untuk sistem manajemen keamanan pangan, yang menyeimbangkan kelayakan keamanan pangan dalam prakteknya di seluruh dunia. Ini diluncurkan pada tahun 2005 dengan ISO 22000, yang didukung oleh suatu konsensus internasional antar tenaga ahli dari pemerintah dan industri (Anonimb, 2007).
2.2.b. ISO 2005 penerapan traceability dalam makanan ternak dan rantai makanan
Standarisasi ini memperbolehkan pengoperasian pada tiap tahapan dari rantai makanan untuk :
- Melacak alir bahan (makanan ternak, makanan, ramuan dan pengemasan mereka).
- Mengidentifikasi keperluan dokumentasi dan pelacakan dari masing-masing langkah dari produksi.
- Memastikan koordinasi yang cukup antara para pemeran yang dilibatkan secara berbeda.
- Membutuhkan masing-masing pihak yang diinformasikan langsung dari penyalur yang paling sedikit dan pelanggan dan lain sebagainya.
Sebuah sistem traceability memperbolehkan organisasi untuk membuat dokumen dan atau lokasi produk melalui tahapan dan dioperasikan yang dilibatkan dalam manufaktur, pemprosesan, distribusi, dan penanganan dari makanan ternak dan makanan, dari produk utama ke konsumen. Oleh sebab itu mendapat fasilitas untuk identifikasi penyebab dari tidak sesuaian dari produk, dan kemampuan untuk menggambarkan dan atau menginggat kembali itu dibutuhkan (Anonima, 2007).
2.3. Penerapan aplikasi ISO 22000
ISO 22000 dapat digunakan oleh:
a. Produsen utama:
- Kebun.
- Peternakan
- Perikanan
- Pabrik susu
b. Pengolah:
- Pengolahan ikan.
- Pengolahan daging.
- Pengolahan unggas.
- Pengolahan makanan ternak
c. Manufaktur:
- Pabrikan sup.
- Pabrikan makanan kecil.
- Pabrikan roti.
- Pabrikan gandum.
- Pembalut luka pabrikan.
- Pabrikan hidangan.
- Pabrikan bumbu.
- pabrikan pengemasan.
- Pabrikan makanan yang dibekukan.
- Pabrikan makanan kalengan.
- Pabrikan manisan.
- Pabrikan tambahan aturan makanan.
d. Penyedia layanan makanan:
- Toko bahan makanan.
- Rumah makan.
- Kafe.
- Rumah sakit.
- Hotel.
- Tempat peristirahatan.
- Perusahaan penerbangan.
- Pelayaran.
- Rumah tua.
- Rumah pengasuh anak.
e. Penyedia layanan lainnya:
- Penyedia layanan gudang.
- Penyedia layanan catering.
- Penyedia layanan logistic.
- Penyedia layanan transpotasi.
- Penyedia layanan distribusi.
- Penyedia layanan sanitasi.
- Penyedia layanan kebersihan.
f. Produk penyalur:
- Para penyalur perlengkapan.
- Para penyalur perkakas pertukangan.
- Para penyalur peralatan.
- Para penyalur bahan tambahan.
- Para penyalur ramuan.
- Para penyalur bahan baku.
- Para penyalur dari agen kebersihan.
- Para penyalur dari agen sanitasi.
- Para penyalur bahan pengemasan.
- Para penyalur dari bahan kontak dari makanan lain.
(Anonimc, 2005).
2.4. Contoh Implementasi ISO 22000
Timbulnya berbagai penyakit dan kontaminasi pada produk pangan yang berasal dari hewan. Hal ini dapat menimbulkan kecemasan masyarakat yang ada di seluruh dunia, yang pada akibatnya berpengaruh kepada sikap konsumen. Oleh sebab itu konsumen menjadi ingin tahu informasi lebih banyak mengenai sumber produk yang mereka konsumsi. Karena adanya tekanan dari konsumen maka banyak perubahan yang terjadi di dalam produksi makanan, baik dari segi kualitas maupun keamanannya
Dalam penerapan untuk mendapatkan kualitas dan keamanan yang efektif, maka perusahaan mulai memperhatikan kepentingan konsumen. Lawton (2002) dalam Hernández et al (2003) menggambarkan prioritas dari konsumen yang diawali dengan membangun penilaian yang berkaitan dengan proses, produk dan hasil. Proses pengerjaan dikaitkan dengan karakteristik yang diinginkan konsumen.
Dalam kurun waktu 10 tahun belakang ini, telah banyak dijumpai kejadian yang berkaitan dengan keamanan pangan dan kualitas pangan salah satunya adalah dalam industri daging. Kejadian tersebut menyebabkan suatu industri harus dievaluasi kembali mengenai bagaimana supply chain daging dan tentang kerusakan yang diakibatkan penanganan saat berada di pasar.
Beberapa penelitian tentang industri daging di Eropa Barat telah dilakukan oleh banyak peneliti yang diantaranya adalah Fearne(1998); Viaene dan Verbeke (1998); Lobstein (2001); Yeung dan Morris (2001) dalam Goldsmith1, et al (2002) yang menggambarkan perubahan secara drastis yang disebabkan adanya ketakutan pada produk pangan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem. Kejadian Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) dan kembali munculnya penyakit kaki dan mulut (Foot and Mouth Disease / FMD) serta adanya kontaminasi biologi dan kimia pada produk makanan yang menggoncang sejumlah industri daging di Eropa Lobstein (2001) dalam Goldsmith1, et al (2002) menyarankan bahwa industri daging seharusnya tidak hanya menerima reaksi atas permasalahan ini tetapi juga seharusnya telah menyiapkan diri dalam menghadapi permasalahan keamanan pangan. Dailey (2001) dalam Goldsmith1, et al (2002) juga mengatakan bahwa perlu adanya suatu sistem yang bisa dipercaya dalam menjamin mutu yang dihasilkan untuk industri daging. Martin (2001) dalam Goldsmith1, et al (2002) juga menyampaikan, berdasarkan survei Food Marketing Institute di USA dikatakan bahwa kepercayaan konsumen di USA berkaitan mutu pangan mulai terkikis dari tingkat kepercayan 84% (tahun 1996) menurun menjadi 74% (tahun 2000). Berkaitan dengan penelitian tersebut itulah maka dikatakan bahwa ketakutan akan pangan dan tuntutan sosial dapat menjadi sumber yang berasal dari luar, yang bisa mendorong industri memulai proses perubahan fundamental seperti yang terjadi di Eropa.
Penilaian kehigenisan daging dengan menyediakan suatu pendekatan pemonitoran yang distandarisasi yang mana staf perusahaan dilatih, untuk tujuan mengukur ketepatan dari HACCP yang didasarkan pada proses pengendalian MSQA, pada langkah-langkah yang spesifik pada garis pengolahan. Tindakan korektif diperlukan untuk sistem pelaksanaan yang tidak cukup, sebagai contoh, melalui SOPs atau instruksi kerja jika dibutuhkan. Sistem MHA dapat membantu untuk memastikan keseragaman hasil pengecekan dari pengolahan industri daging ekspor di Australia, dan mencerminkan kebutuhan akan ketidakadaan toleransi dari kenyataan faecal dan pencemaran ingesta pada daging (Buttler et al., 2003).
3. KESIMPULAN
-Sistem-sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan ISO 22000 dapat membantu organisasi untuk mengurangi risiko-risiko yang berkaitan dengan makanan dan minuman.
-Sistem keamanan pangan yang didasarkan pada HACCP telah diterapkan dengan sukses pada pabrik pengolahan makanan, toko penjual makanan dan operasi jasa pelayanan makanan.
-Keamanan pangan dihubungkan dengan keadaan dan tingkat bahaya kerusakan pangan pada poin konsumsi.
-Susunan jaminan mutu paling banyak didasarkan pada prinsip manajemen mutu dari ISO 9000/ISO 22000 dan konsep HACCP.
-Dalam menerapkan ISO 22000 selain memperoleh keuntungan ternyata para pengusaha juga menemui kendala.
-Varian dari ISO 22000 adalah ISO 22003, 22004 dan 22005.
-ISO 22000 dapat diterapkan pada semua bidang.
4. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1994). Meat Safety Quality Assurance Sistem (MSQA). Second Edition. Canberra.
Anonim a. (2005). What Is HACCP Or ISO 22000 FSMS. http://www.lakshy.com. Download tanggal 7 Mei 2008.
Anonimb. (2005). ISO 22000 Food Safety. http://www.bsi-global.com/Resources. Download tanggal 7 Mei 2008.
Anonimc. (2005). ISO 22000 2005 In Plain English. http://www.iso.org. Download tanggal 7 Mei 2008.
Anonima. (2006). Food Safety ISO 22000 HACCP. AFAQ International. Saint Denis.
Anonimb. (2006). ISO 22000 For Safe Food Supply Chain. http://www.iso.org/iso /standards_development.html. Download tanggal 7 Mei 2008.
Anonima. (2007). New ISO Standar To Facilitate Traceability In Food Supply Chains. http://www.iso.org/iso/pressrelease.html. Download tanggal 7 Mei 2008.
Anonimb. (2007). ISO/TS 22003 Aims To Build Confidence In Certification Of Food Safety Management System. http://www.iso.org/iso/pressrelease.htm?refid=Ref1048. . Download tanggal 7 Mei 2008.
Anonimc. (2007). Canadian Food Safety And Quality Program Food Safety Initiative (FSI)-Implementation Element. http://www.ssfpa.net. Download tanggal 7 Mei 2008.
Buttler, J. R ; J. G. Murray & S. Tidswell. (2003). Quality Assurance And Meat Inspection In Australia. Journal Rev Sci Tech Int Epiz.22. pp. 697-712.
Gellynck, X & Kühne. B. (2007). Future Role Of Quality Assurance Schemes In The EU Agri-Business Sector. Journal Žemės Ūkio Mokslai. T. 14. Priedas. P. 165–170.
Goldsmith, P., A. Salvador, Dar Knipe, E. Kendall. (2002). Structural change or logical incrementalism? Turbulence in the global meat system. Chain and network science. Illinois.
Hernández, C ; U. Rickert &G. Schiefer. (2003). Quality And Safety Conditions For Customer Satisfaction On The Whole Meat Chain: The Organization Of Quality Communication System. Journal Efita. Pp. 575-580.
Kurniawan, T. H. (2008). Understanding And Implementing Food Safety Management System ISO 22000:2005. PT Phitagoras Global Duta. Jakarta.
Murat, B ; M. Yüksel & T. Çavuooflu. (2007). Difficulties And Barriers For The Implementing Of HACCP And Food Safety Systems In Food Businesses In Turkey. Journal Food Control 18.
Ruzevicius, J & J. Sauciuniene. (2006). Quality Models And System And Their Influence To The Business. Journal Vadyba/Management. Nr.2.11.
Surak, J. G. (2007). A Recipe For Safe Food: ISO 22000 And HACCP. www.asq.org. Download tanggal 7 Mei 2008.